Mengenal Lebih Jauh Tentang Pondok Pesantren dan Hakikat Pondok Pesantren
Mengenal Lebih Jauh Tentang Pondok Pesantren dan Hakikat Pondok Pesantren - Pondok pesantren merupakan
sistem pendidikan ala Indonesia
yang telah berhasil melahirkan tokoh-tokoh besar yang dikenang oleh sejarah.
Sejak zaman penjajah sampai dengan zaman reformasi. Insya Allah sampai akhir zaman. Siapa anak bangsa ini yang tidak
kenal dengan KH. Hasyim Asyari, Pangeran Diponegoro, KH. Ahmad Dahlan, HOS
Cokroaminoto,dan lain-lain. Dalam pentas nasional saat ini, KH. Hasyim Muzadi, Hidayat Nur Wahid, Din
Syamsuddin, dan lain-lain. Dalam skala NTB, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid, TGBH. M. Zainul Majdi, KH. Zulkifli Muhadi, Zaini Aroni, Ahyar Abduh,
Sukiman Azmi, Najmul Akhyar, Fauzan Khalid, Suhaili FT dan lain-lain. Yang
tersebut namanya ini adalah tokoh-tokoh besar negeri dan daerah yang
pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Apa peran mereka dalam
kehidupan berbangsa dan berdaerah? Bagi mereka yang tidak mengetahui maka
seharusnya tidak menjadi warga Indonesia atau warga NTB. Mereka adalah
pimpinan-pimpinan organisasi besar di negeri ini. Mereka adalah pimpinan
lembaga-lembaga negera. Mereka adalah gubernur. Mereka adalah bupati/wakil
bupati, dan lain-lain jabatan penting yang pernah dan sedang mereka emban. Kontribusi mereka dalam kehidupan berbangsa
dan berdaerah sebagai bukti keberhasilan pola pendidikan pesantren dalam
mencetak generasi yang berkualitas dan berkarakter (Mugni, 2014 : 158).
Di dalam pondok pesantren terdapat lima
elemen dasar (Zamakhsyari Dhofier, 2011 : 79) yang menjadi rukun pondok pesantren
yakni pondok (asrama), masjid, pengajaran kitab, santri, dan kyai (tuan guru/ustad/pengasuh).
Bila salah satu dari elemen dasar ini tidak ditemukan maka lembaga tersebut layakkah
dilabelkan dengan pondok pesantren? Jadi
yang dinamakan pondok pesantren adalah sistem pendidikan Islam yang didalamnya
terdapat santri, asrama, masjid, kiyai (tuan guru/ustad/pengsuh), dan kajian
kitab (belajar Al-Qur’an dan belajar nahu syaraf supaya bisa membaca kitab
kuning). Penguasaan akan kitab kuning sebagai pintu masuk untuk memperdalam
Al-Qur’an dan Hadits, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Untuk bisa fokus mempelajari
dan memperdalam ilmu-ilmu keislaman dan sekaligus dapat mempraktikannnya dalam
kehiduapan sehari-hari maka santri (murid) harus tinggal/bermukim di asrama.
Dengan tinggal di asrama maka seluruh aktivitas santri dalam 24 jam dalam
kontrol pondok (pengasuh).
Baca Juga : BIAYA-BIAYA DI PONDOK PESANTREN CENDEKIA
Dalam perkembangannya pondok pesantren
terus beradaptasi untuk tetap bisa menjawab harapan umat dengan tidak
menghilangkan jati dirinya. Untuk itu, di dalam pondok pesantren terdapat juga
lembaga-lembaga pendidikan formal dalam berbagai jenis dan jenjang yang merupakan
upaya untuk mengembangkan amal usaha pondok pesantren. Dari kenyataan ini,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1979 tentang bantuan kepada pondok
pesantren mengkategorikan pondok
pesantren menjadi empat tipe, yakni (1) Tipe A, yaitu yang seluruhnya
dilaksanakan secara tradisional; (2) Tipe B, yaitu pondok pesantren yang
menyelenggarakan pengajaran secara klasikal (madrasah); (3) Tipe C, yaitu
pondok pesantren yang hanya merupakan asrama sedangkan santrinya belajar di
luar; dan (4) Tipe D, yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan sistem
pondok pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasah (Depag, 2004 : 8).
Baca Juga : Kegiatan Sekolah Dan Pondok Cendekia Aiklomak
Sementara itu, faktanya di lapangan
bahwa Departeman Agama dalam Marzuki
Wahid, dkk (1999) menemukan 7 kategori
atau tipe pondok pesantren, yakni (1) Pondok pesantren yang menyelenggarakan
pengajian kitab-kitab klasik (salafiyah); (2) Pondok pesantren seperti yang
disebutkan pada poin (1) namun memberikan tambahan latihan keterampilan atau
kegiatan pada para santri di bidang-bidang kejurusan; (3) Pondok pesantren yang
menyelenggarakan kegiatan pengajian kitab namun lebih mengarah pada upaya
pengembangan tarekat/sufieme. Para santri kadang-kadang ada yang diasramakan
dan ada pula yang tidak; (4) Pondok pesantren yang hanya menyelenggarakan
kegiatan keterampilan khusus agama Islam, kegiatan keagamaan, seperti tahfiz
Al-Qur’an dan majelis taklim, ada kalanya santri diasramakan dan ada kalanya
tidak; (5) Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajaran pada orang-orang
yang menyandang masalah-masalah sosial, seperti madrasah luar biasa di pondok
pesantren; (6) Pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab-kitab
klasik juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal ke dalam lingkungan
pondok pesantren; dan (7) Pondok pesantren yang merupakan kombinasi dari
beberapa poin atau seluruh poin yang tersedia di atas (konvergensi) (Depag,
2004 : 9).
Baca Juga : Lembaga-Lembaga di Pontren Cendekia
Tujuan utama belajar di pondok pesantren
adalah untuk tafaqquhfiddin sebagai
implemntasi dari fungsi-fungsi utama(tradisional) pondok pesantren, yakni transper ilmu-ilmu keislaman;
pemeliharaan tradisi keislaman; dan reproduksi ulama. Mempelajari dan melaksanakan ajaran agama. Para santri melaksanakan ajaran
agama di lingkungan pondok pesantren dan di tengah-tengah masyarakat. Apa yang
diketahui akan dijalankan dalam
kehidupan. Untuk aplikasi ilmu-ilmu yang telah dipelajari maka seluruh warga
pondok pesantren selalu dalam kontrol kiyai atau pengasuh. Kiyai menjadi tokoh
sentral dalam dunia pesantren. Kata-katanya dituruti dan tingkah laku
(akhlaknya) dipanuti (Azyumardi Azra, 2000 : 104 &Dhofier, 2011 : 93).
Fakta
Pesantren dan Tantang Umat
Di Nusa Tenggara Barat, Pondok pesantren
tumbuh dan berkembang dengan pesat. Sampai dengan Mei 2016, Pondok Pesantren di
NTB berjumlah 722 buah. Dari jumlah tersebut baru 10 % yang memiliki 5 elemen
pesantren, sekitar 72 buah. Dari 72 buah tersebut sekitar 20 % (15 buah) yang menjadikan bahasa Arab dan
bahasa Inggris sebagai media komunikasi sehari-hari para santri dan warga
pesantren. Di antaranya Nurul Hakim Kediri, Nurul Harmaian Narmada, Abu
Khurairah Mataram, Yanmu Praya, Uli Albab Gegek Mt. Gading, Cendekia Aikmel,
dan lain-lain. Lembaga pendidikan formal yang dikelola dari tingkat taman
kanak-kanak/raudatul Atfal sampai dengan SLTA. Masih kurangnya pondok pesantren
di NTB yang mengasramakan santrinya menyebabkan sistem pembelajaran/pendidikan karakter
di pondok pesantren tidak maksmial. Untuk itu jangan heran bila ada alumni madrasah/sekolah
yang bernanung di bawah pondok pesantren belum fasih membaca Al-Qur’an dan
tidak siap melaksanakan tugas-tugas keagamaan di tengah-tengah masyarakat.
Mengapa tidak siap....? Karena pondok
pesantren bersangkutan hanya mengelola
sekolah/madrasah formal. Para santrinya hanya belajar di sekolah/madrasah
formal. Dalam pembelajaran di sekolah/madrasah formal waktu belajar dan mata
pelajarannya telah dipolakan oleh kurikulum dari pemerintah. Bila waktunya telah habis maka harus segera
pindah ke mata pelajaran yang lain. Bila waktu belajar telah selesai maka
anak-anak akan segera pulang ke rumah masing-masing. Bila anak-anak telah
berada di rumah maka sekolah/madrasah sudah tidak bertanggung jawab lagi atas
kegiatan anak-anak. Orang tualah yang harus bertanggung jawab untuk mengasuh
dan mengontrol seluruh kegiatan putra-putrinya. Orang tualah yang harus
bertanggung jawab atas ngaji, sholat,
dan pergaulan putra-putrinya.
Baca Juga : Motto dan Program Pondok Pesantren Cendekia
Di sisi yang lain tantangan kehidupan
dan pergaulan di tengah-tengah masyarakat sangat kompleks. Banyak sekali godaan
agar anak-anak jauh dari aktivitis belajar. Ada TV, ada HP, ada motor, ada play station (PS), dan lain-lain.
Anak-anak seharian berada di depan TV, anak-ank berjam-jam betah bermain dengan
HP-nya, anak-anak sering bolos sekolah gara-gara doyan main PS, pulang sekolah
keluyuran dengan motornya. Bermain HP, entah apa yang dibuka. Entah apa yang
mereka baca. Mereka senyum sendiri. Mereka tertawa sendiri. Bahkan mereka
memaki-makai atau sinis sendiri. Bila orang tua menegur mereka ngambek. Bila
orang tua memerintah mereka membantah atau mengulur-ulur waktu untuk
melaksanakan perintah. Di sisi yang lain, ada juga orang tua yang tidak punya
banyak waktu memperhatikan anak-anaknya. Mereka sibuk dengan banyak urusan.
Tidak pernah memperhtaikan bacaan Al-Qur’an putra-putrinya, sholat putra-putrinya,
dan seterusnya. Kadang juga di kampung atau lingkungannya tidak ada tempat
belajar Al-Qur’an. Tidak ada guru ngaji. Beda dengan zaman dulu waktu listrik
belum masuk desa/kampung setelah magrib ramai anak-anak membaca Al-Qur’an di
musholla/masjid/rumah guru mengaji. Bila
hal ini terus berlanjut dan orang tua tidak menyadari maka 25 tahun yang akan datang apa yang akan terjadi di
tengah-tengah umat.
Pada masa yang akan datang persaingan
dalam segala hal akan semakin ketat dan seru. Terutama dal hal peluang
pencarian lapangan kerja. Banyak orang bilang belajar untuk bekerja. Masa depan
pastinya dibeli dengan harga sekarang. Ketatnya persaingan di masa depan karena
semakin bertambahnya jumlah penduduk. Di sisi lain sumber daya alam terbatas
dan bahkan terus berkurang. Kebijakan negera juga terut memperketat persaingan
sebagai konsekuensi dari kehidupan bangsa di era global. Bila negara tidak ikut
kebijakan dunia maka akan terkucilkan.
Tahun 2016 telah mulai era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Era ini telah memberikan peluang bagi produk
barang dan jasa serta tenaga kerja negera-negara Asean untuk bekerja dan
bertransaksi dengan bebas di negara-negara Asean. Ini berarti warga negera kita
juga bebas untuk bekerja di negera-negara Asean (sepuluh negara). Tetapi kita
akan bisa bebas bekerja di negara-negara itu bila kita menguasai modal utamanya
yakni bahasa. Ya, bahasa internasional, yakni bahasa Inggris sebagai pintu
masuk untuk mempelajari bahasa negera bersangkutan setelah kita berada di
negara itu.
Baca Juga : Misi Visi Tujuan Pontren Cendekia
Berdasarkan fakta-fakta di atas, bila
kita menyadari pentingnya masa depan putra-putri kita sebagai aset umat di masa
depan maka pondok pesantren yang memilki 5 elemen dasar harusnya menjadi
pilihan. Di samping itu, untuk mempersiapkan putra-putri yang siap bersaing di pasar kerja global maka
pondok pesantren yang menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris sebagai media
komunikasi sehari-hari layak menjadi pilihan. Pada pondok pesantren jenis ini para santri lancar
berkomunikasi dengan dua bahasa, penguasaan ilmu-ilmu dasar keislaman sekaligus
aplikasinya memadai, dan budi pekerti (akhlaq) tidak mengecewakan.
Demikianlah artikel Mengenal Lebih Jauh Tentang Pondok Pesantren dan Hakikat Pondok Pesantren yang semoga bermanfaat untuk semua anda, dan jika ada pertanyaan silahkan tingalkan komentar pada kolom di bawah. Sekian da terimakasih.
0 Response to "Mengenal Lebih Jauh Tentang Pondok Pesantren dan Hakikat Pondok Pesantren"
Post a Comment
Silahkan Berkomentar Sesuai dengan Judul Artikel......!!